Rabu, 12 Januari 2011

Cara Bersyukur Kepada ALLAH SWT Menurut Al-Ghazali

Cara Bersyukur Kepada ALLAH SWT

Oleh : M. Khalilurrahman Al Mahfani
Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa cara bersyukur kepada ALLAH SWT terdiri dari empat komponen.
1. Syukur dengan Hati
Syukur dengan hati dilakukan dengan menyadari sepenuhnya bahwa nikmat yang kita peroleh, baik besar, kecil, banyak maupun sedikit semata-mata karena anugerah dan kemurahan ALLAH.
ALLAH SWT berfirman,
Segala nikmat yang ada pada kamu (berasal) dari ALLAH. (QS. An-Nahl: 53)
Syukur dengan hati dapat mengantar seseorang untuk menerima anugerah dengan penuh kerelaan tanpa menggerutu dan keberatan, betapa pun kecilnya nikmat tersebut. Syukur ini akan melahirkan betapa besarnya kemurahan da kasih sayang ALLAH sehingga terucap kalimat tsana’ (pujian) kepada-NYA.
2. Syukur dengan Lisan
Ketika hati seseorang sangat yakin bahwa segala nikmat yang ia peroleh bersumber dari ALLAH, spontan ia akan mengucapkan “Alhamdulillah” (segala puji bagi ALLAH). Karenanya, apabila ia memperoleh nikmat dari seseorang, lisannya tetap memuji ALLAH. Sebab ia yakin dan sadar bahwa orang tersebut hanyalah perantara yang ALLAH kehendaki untuk “menyampaikan” nikmat itu kepadanya.
Al pada kalimat Alhamdulillah berfungsi sebagi istighraq, yang mengandung arti keseluruhan. Sehingga kata alhamdulillah mengandung arti bahwa yang paling berhak menerima pujian adalah ALLAH SWT, bahkan seluruh pujian harus tertuju dan bermuara kepada-NYA.
Oleh karena itu, kita harus mengembalikan segala pujian kepada ALLAH. Pada saat kita memuji seseorang karena kebaikannya, hakikat pujian tersebut harus ditujukan kepada ALLAH SWT. Sebab, ALLAH adalah Pemilik Segala Kebaikan.
3. Syukur dengan Perbuatan
Syukur dengan perbuatan mengandung arti bahwa segala nikmat dan kebaikan yang kita terima harus dipergunakan di jalan yang diridhoi-NYA. Misalnya untuk beribadah kepada ALLAH, membantu orang lain dari kesulitan, dan perbuatan baik lainnya. Nikmat ALLAH harus kita pergunakan secara proporsional dan tidak berlebihan untuk berbuat kebaikan.
Rasulullah saw menjelaskan bahwa ALLAH sangat senang melihat nikmat yang diberikan kepada hamba-NYA itu dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Rasulullah saw bersabda,
Sesungguhnya ALLAH senang melihat atsar (bekas/wujud) nikmat-NYA pada hamba-NYA. (HR. Tirmidzi dari Abdullah bin Amr)
Maksud dari hadits di atas adalah bahwa ALLAH menyukai hamba yang menampakkan dan mengakui segala nikmat yang dianugerahkan kepadanya. Misalnya, orang yang kaya hendaknya menampakkan hartanya untuk zakat, sedekah dan sejenisnya. Orang yang berilmu menampakkan ilmunya dengan mengajarkannya kepada sesama manusia, memberi nasihat dsb. Maksud menampakkan di sini bukanlah pamer, namun sebagai wujud syukur yang didasaari karena-NYA. ALLAH SWT berfirman,
Dan terhadap nikmat Tuhanmu, hendaklah engkau nyatakan (dengan bersyukur). (QS. Adh-Dhuha: 11)
4. Menjaga Nikmat dari Kerusakan
Ketika nikmat dan karunia didapatkan, cobalah untuk dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Setelah itu, usahakan untuk menjaga nikmat itu dari kerusakan. Misalnya, ketika kita dianugerahi nikmat kesehatan, kewajiban kita adalah menjaga tubuh untuk tetap sehat dan bugar agar terhindar dari sakit.
Demikian pula dengan halnya dengan nikmat iman dan Islam. Kita wajib menjaganya dari “kepunahan” yang disebabkan pengingkaran, pemurtadan dan lemahnya iman. Untuk itu, kita harus senantiasa memupuk iman dan Islam kita dengan sholat, membaca Al-Qur’an, menghadiri majelis-majelis taklim, berdzikir dan berdoa. Kita pun harus membentengi diri dari perbuatan yang merusak iman seperti munafik, ingkar dan kemungkaran. Intinya setiap nikmat yang ALLAH berikan harus dijaga dengan sebaik-baiknya.
ALLAH SWT menjanjikan akan menambah nikmat jika kita pandai bersyukur, seperti pada firmannya berikut ini,
La’insyakartum la’aziidannakum wa la’inkafartum ‘inna ‘adzaabii lasyadiid
(Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-KU), sungguh adzab-KU sangat pedih. (QS. Ibrahim: 7)

Sumber :
http://dheryudi.wordpress.com/2009/10/12/cara-bersyukur-kepada-allah-swt/

Seruan Bersyukur Kepada Maha Pencipta

Seruan Bersyukur Kepada Maha Pencipta

Marillah Kita Bersyukur

Bersyukur adalah antara sifat-sifat mahmudah yang wajib ada pada setiap muslim mukmin dan muttaqin. Kerana sifat syukur terangkum padanya erti pengakuan, pengiktirafan, tawadhu' dan merendah diri. Hanya orang yang memperakui pihak lain, tawadhu' dan merendah diri sahaja akan bersyukur dan berterima kasih.

Apa erti syukur? Syukur ialah berterima kasih, menghargai, mengakui sesuatu pemberian dan menggunakan pada perkara yang diredhai oleh pemberi.


Kepada siapa seharusnya kita bersyukur dan berterima kasih? Pastinya yang paling utama dan paling wajib ialah kita bersyukur kepada Allah swt. Tuhan yang memberikan nikmat kepada kita tanpa terhitung banyaknya.

Firman Allah swt;

وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ

Maksudnya; Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, nescaya kamu tidak dapat menghitungnya jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.'' (An Nahl :18).

Sekiranya kita bersyukur sudah pasti Allah akan menambahkan nikmat-Nya sebagaimana firman Allah swt;


وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ


Maksudnya; Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhan kamu memberitahu kepada kamu, sekiranya kita bersyukur Aku akan menambahkan (nikmat-Ku) kepada kamu tetapi sekiranya kamu mengingkari (nikmat-Ku) maka sesungguhnya azab-Ku sungguh pedih".Ibrahim:7.


Bersyukur adalah sebagai tanda kita mengakui diri kita hamba Allah yang tunduk kepada kerajaan Allah yang maha kaya yang memiliki segala sesuatu. Jika sebaliknya maka kita adalah seorang hamba yang menderhakai Tuhannya yang telah mengurniakan kepadanya segala kesenangan dan kenikmatan.

Suatu ketika Rasulullah pernah ditegur oleh isterinya, Aisyah apabila melihat baginda berterusan bersembahyang sehingga menyebabkan kaki baginda bengkak. Aisyah berkata: "Bukankah Allah telah mengampunkan dosamu yang terdahulu dan yang akan datang? Baginda menjawab: "Salahkah aku menjadi seorang hamba yang bersyukur?"

Rasulullah adalah contoh yang terbaik bagi kita. Baginda mengajar kita bagaimana cara untuk bersyukur kepada Allah. Iaitu segala nikmat yang telah kita terima mestilah dibalas dengan semakin mendekatkan diri kepada Allah. Ramai orang yang semakin jauh daripada Allah setelah menikmati kesenangan bahkan yang sanyat menyedihkan ada diantara mereka yang menafikan sama sekali kenikmatan yang diterimanya adalah kurniaan daripada Allah.

Manusia yang lupa untuk bersyukur ini seharusnya mengingati bencana yang telah menimpa ke atas Qarun, seorang yang hidup pada zaman nabi Allah Musa iaitu orang yang terkaya di dunia tetapi tidak bersyukur kepada Allah. Maka kerana itu, Allah membinasakan beliau bersama-sama dengan segala harta kekayaannya supaya ianya menjadi peringatan kepada manusia yang akan datang.

Luqman al-Hakim mengajar anaknya agar sentiasa bersyukur kepada Allah swt. Firman Allah swt;

وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ


Maksudnya; Dan sesungguhnya Kami telah memberi kepada Luqman, hikmat kebijaksanaan, (serta Kami perintahkan kepadanya): Bersyukurlah kepada Allah (akan segala nikmatNya kepadamu)". Dan sesiapa yang bersyukur maka faedahnya itu hanyalah terpulang kepada dirinya sendiri, dan sesiapa yang tidak bersyukur (maka tidaklah menjadi hal kepada Allah), kerana sesungguhnya Allah Maha Kaya, lagi Maha Terpuji. Luqman:12.

Pengajaran kisah tiga orang dari kalangan Bani Israel.

Dari Abu Hurairah r.a.: Ia mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Ada tiga orang dari Bani Israil yang masing-masingnya berpenyakit kusta, botak dan buta. Tuhan hendak menguji, lalu mengutus malaikat menemui mereka. Malaikat itu datang lebih dahulu kepada yang berpenyakit kusta. Kata malaikat itu: "Apakah sesuatu yang paling engkau sukai?" Jawabnya: "Warna yang bagus dan kulit yang bagus! Orang banyak telah jijik melihat ku!" Malaikat itu mengusapnya. Lalu hilanglah penyakitnya. Kemudian diberi warna yang bagus dan kulit yang bagus. Kata malaikat: "Apakah harta yang paling engkau sukai? "Jawabnya: "Unta!" Lalu ia diberi unta yang bunting sepuluh bulan. Kata malaikat: " Engkau akan diberi keberkatan",


Kemudian malaikat itu datang kepada orang yang botak seraya berkata: "Apakah sesuatu yang paling engkau sukai?" Katanya: "Rambut yang bagus dan botak ini hilang dari aku kerana orang banyak telah jijik melihat ku". Malaikat itu lalu mengusapnya maka hilanglah botaknya dan ia diberi rambut yang bagus. Kata malaikat: "Apakah harta yang paling engkau sukai'?" Katanya: "Lembu!" Malaikat itu lalu memberinya seekor lembu yang bunting, seraya berkata: " Engkau akan diberi keberkatan".


Kemudian malaikat itu datang pula kepada orang yang buta, seraya berkata: "Apakah sesuatu yang paling engkau sukai?" Jawabnya: "Mudah-mudahan Tuhan mengembalikan penglihatan ku supaya dapat melihat manusia". Malaikat itu pun mengusapnya. Tuhan mengembalikan penglihatannya. Kata malaikat: "Apakah harta yang paling engkau sukai?" Jawabnya: "Kambing!" Malaikat itu lalu memberinya kambing yang bunting.


Sesudah itu beranaklah unta dan lembu, dan kambing beranak pula. Maka orang-orang itu mempunyai lembah yang dipenuhi unta, lembah yang dipenuhi lembu dan, lembah yang dipenuhi kambing. Kemudian datanglah malaikat yang dahulu kepada orang yang tadinya berpenyakit kusta dalam rupa dan keadaannya (yang menyedihkan), seraya katanya: "Saya ini seorang laki-laki miskin yang telah melintasi bukit dalam perjalanan. Maka pada hari ini tiadalah yang menyampaikan melainkan Tuhan. Kemudian saya datang kepada engkau untuk meminta dengan nama Tuhan yang telah memberi engkau dengan warna yang bagus dan harta berupa unta, agar engkau sudi mencukupkan belanja dalam perjalanan ku".


Kata orang itu: "Kewajiban-kewajiban yang lain masih banyak!" Kata malaikat itu padanya: "Seakan-akan saya telah mengenal engkau. Bukankah engkau dahulunya berpenyakit kusta dan orang banyak jijik melihat engkau, lagi miskin, tetapi kemudian Tuhan memberi kebaikan dan kekayaan kepada engkau?" Kata orang itu: "Harta ini saya warisi dari bapa dan nenek saya". Kata malaikat: "Kalau engkau dusta, Tuhan akan menjadikan engkau sebagaimana keadaan engkau dahulunya!"


Dan kemudian malaikat itu datang kepada orang yang dahulunya botak dengan rupa dan keadaan yang menyedihkan, lalu dikatakannya pula sebagai perkataan kepada orang tadi. Orang itu pun menjawab sebagai jawapan orang itu pula. Malaikat lalu berkata: "Kalau engkau dusta Tuhan akan menjadikan engkau sebagaimana keadaan engkau dahulunya".


Dan kemudian ia datang kepada orang yang dahulunya buta dengan rupa yang menyedihkan, seraya berkata: "Saya ini seorang laki-laki miskin dan telah melintasi bukit dalam perjalanan ku. Maka had ini tiada yang akan menyampaikan melainkan Tuhan. Saya datang kepada engkau untuk meminta dengan nama Tuhan yang telah memberi penglihatan dan kambing kepada engkau untuk mencukupkan perbekalanku dalam perjalanan ku ".


Kata orang itu: "Saya dahulunya buta. Tuhan lalu mengembalikan penglihatan saya. Dahulunya saya miskin dan Tuhan telah mengayakan saya. Sebab itu ambillah sesukamu! Demi Allah! Hari ini saya tiada akan mencegah engkau mengambilnya kerana Allah, berapa saja". Kata malaikat" itu: "Peganglah harta engkau! Sesungguhnya kamu diuji. Tuhan telah rela (merasa senang) kepada engkau dan marah kepada dua orang kawan engkau".

Sumber : http://waladi-dimalaysia.blogspot.com/2010/01/seruan-bersyukur-kepada-maha-pencipta.html 

Cara Bersyukur Kepada Allah SWT

Cara Bersyukur Kepada Allah SWT

Berbagai cara dan metode boleh digunakan untuk menunjukan rasa syukur dan berterima kasih samada kepada Allah swt mahupun sesama manusia. Pada asasnya ada tiga cara yang boleh digunakan untuk menunjukkan rasa syukur, dan gabungan ketiga-ketiga cara tadi adalah syukur yang paling sempurna.


Imam Ibnu Rajab berkata, “Syukur itu dengan hati, lisan dan anggota badan”.


1. Syukur dengan hati adalah mengakui nikmat tersebut dari Allah, berasal dari-Nya dan atas keutamaannya. Apabila hatinya bersyukur maka akan lahirkan bentuk syukur yang kedua dan yang ketiga iaitu syukur dengan lisan dan perbuatan.


2. Syukur dengan lisan iaitu selalu memuji Yang Memberi nikmat (Allah), menyebut nikmat itu, mengulang-ulangnya serta menampakkan nikmat tersebut;

Allah s.w.t. berfirman,

وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ

Maksudnya “ dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu menyebut-yebutNya (dengan bersyukur)”. (al-Dhuha:11)


3 Syukur dengan anggota badan iaitu tidak menggunakan nikmat tersebut, kecuali dalam rangka ketaatan kepada Allah s.w.t., berwaspada dari menggunakan nikmat untuk kemaksiatan kepada-Nya.


Ulamak dalam menghuraikan ayat;

اعْمَلُوا آلَ دَاوُودَ شُكْراً وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِي الشَّكُورُ

Kami katakan, wahai keluarga Daud bersukurlah kepada Allah swt atas nikmat yang diberikan kepada kamu iaitu dengan mentaati dan melaksanakan segala perintah Allah swt dan meninggalkan segala larangannya, kerana sedikit dari kalangan hambanya yang banyak bersyukur kepada Allah swt dan Nabi Daud a.s dan keluarganya adalah tergolong dalam golongan yang sedikit itu.




Hakikat Syukur


Kesyukuran yang hakiki didirikan di atas lima asas utama. siapa mengamalkannya serta menghayatinya maka dia adalah seorang yang benar-benar bersyukur iaitu;


1. Merendahkan diri terhadap yang disyukuri iaitu Allah swt, kerana orang yang bersyukur tidak akan sombong, tidak akan takabbur samada kepada Allah swt atau sesama manusia.


2. Rasa cinta terhadap Pemberi Nikmat iaitu Allah swt, kerana rasa bersyukur itu tidak akan timbul pada diri seseorang yang tidak suka, benci terhadap orang lain, lebih-lebih lagi kepada Allah swt.


3. Mengakui seluruh nikmat yang Dia berikan. Tanpa pengiktirafan terhadap jasa, kebaikan nikmat yang diberikan bagaimana rasa syukur akan timbul dalam diri seseorang apabila merasakan apa yang dimilki adalah dari dirinya sendiri, tanpa bantuan orang lain.


4. Senantiasa memuji-Nya atas nikmat yang diberikan kerana gembiranya, penghargaannya, pengiktirafannya terhadap nikmat yang diberikan.


5. Tidak menggunakan nikmat untuk sesuatu yang dibenci oleh Allah kerana ia akan mengundang kemarahan, kebencian orang yang memberi nikmat, dan tindakan tersebut menunjukkan sikap biadap, tidak mengharmati serta tidak mengenang jasa.

Senin, 10 Januari 2011

CARA MENSYUKURI NIKMAT

Jamaah pengajian haji kecamatan kota Boyyolali yang dimuliakan Allah,
Kita tahu , Allah senantiasa mencurahkan nikmat-Nya kepada kita dengan bermacam-macam nikmat yang tidak dapat dihitung banyaknya. Allah telah melimpahkan kepada kita sedemikian banyak ni’mat. Jauh lebih banyak nikmat yang telah kita terima dibandingkan kesadaran dan kesanggupan kita untuk bersyukur. Sebagaimana telah Allah firmankan dalam QS Ibrahim,14: 34:
dan Surat An-Nahl,16:18 sbb;

وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لا تُحْصُوهَا

"Dan jika kalian menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kalian tak dapat menentukan jumlahnya."

Sungguh benar firman Allah, andaikata kita hitung satu per satu, nikmatnya mata hingga kita bisa memandang indahnya dunia, nikmatnya telinga hingga kita bisa mendengarkan suara-suara yang indah, juga organ-organ tubuh kita: jantung, paru-paru, ginjal, otak, dll, itu adalah nikmat yang diberikan Allah kepada kita secara gratis tanpa membayarnya. Alloh menyediakan ruang udara  yg komplit dimana kita bisa bernafas dengan lega. Alloh menyediakan Binatang ternak dan tumbuh2an utk manusia. Alloh juga menyediakan air, api dan angin serta galian tambang utk kepentingan manusia, Alloh berfirman :
وَلَقَدْ مَكَّنَّاكُمْ فِي الأرْضِ وَجَعَلْنَا لَكُمْ فِيهَا مَعَايِشَ قَلِيلا مَا تَشْكُرُونَ
Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi itu (sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur (QS.Al-A'raf,7:10)

Dan yang tidak kalah penting adalah nikmat Allah berupa umur dan rizki yang telah kita peroleh sampai saat ini. Adakah kita pernah mengira bahwa nikmat rizki dan umur bukan berasal dari Allah? Tidak, semua yang ada di alam raya ini adalah milik Allah
, termasuk diri kita sendiri, adapun umur dan rizki yang kita peroleh hanyalah titipan Allah belaka yang nantinya harus kita pertanggungjawabkan kepada yang memilikinya, yaitu Allah SWT.
Lillahi maa fissamaawaati wa maa fil ardl, semua yang ada di langit dan di bumi adalah milik Allah.
Wa tarzuqu man tasyaa’u bighairi hisaab , Dan Engkau beri rizki  siapa yang Engkau kehendaki (QS. Ali Imran,3: 27)
Stuma latus alunna yauma idzin ’aninna’im , kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (di dunia)

Jamaah  rahimakumullah,
Apabila kita mencoba untuk menelaah lebih dalam nikmat yang besar itu pada dasarnya tergantung pada nikmat yang kecil, la insyakartum laa adziidanakum, barangsiapa yang mensyukuri nikmat yang ada, maka Allah akan menambah nikmat baginya. Oleh karena itu, janganlah merisaukan nikmat-nikmat lain yang belum kita miliki, jangan khawatir oleh aneka nikmat yang kita inginkan dan belum kita peroleh, tetapi risaukanlah nikmat yang ada dan belum sempat kita mensyukurinya. Boleh jadi kita sering panik ketika memikirkan sesuatu yang belum kita miliki. Padahal, kita seharusnya lebih memikirkan tentang bagaimana caranya kita mensyukuri apa yang telah kita nikmati. Sebab rasa syukur itulah yang akan mencukupkan dan akan mengundang nikmat-nikmat berikutnya.
Alangkah berat jika kita merasa memiliki sesuatu, namun kita takut kehilangan atau takut tersaingi. Salah satu yang bisa membuat kita tenteram dan menjadi ahli syukur adalah kita sadar bahwa semua nikmat yang ada ini hanya berasal dari Allah dan hanya milik Allah. Adapun kita, hanya sekedar tertitipi beberapa saat saja. (kita bisa belajar dari falsafah tukang parkir, yg tdk sombong dan tdk sakit hati)
Oleh karena itu, adanya nikmat jangan membuat kita menjadi sombong, karena itu hanya titipan saja. Sedikitnya nikmat juga tidak usah membuat kita minder, karena itu juga titipan. Melihat orang lain yang tertitipi banyak rizki, kita sama sekali tak perlu dengki. Sebab yang mereka miliki juga hanya titipan dari Allah. Maka sesuka Allah-lah membagikan nikmat kepada siapa pun yang dikehendaki-Nya. dan kalau diambil oleh Allah pun tak perlu sakit hati, karena memang semua nikmat itu hanyalah titipan dari-Nya.

Jama’ah  rahimakumullah,
Ada 5 cara mensyukuri nikmat yang perlu kita renungkan.
Pertama, yakinlah bahwa semua nikmat itu hanya milik Allah. Tiada pembagi nikmat selain Dia.
Allah-lah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezeki, kemudian mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (kembali).

Kedua, ucapkanlah alhamdulillahirabbil'alamin, segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam. Pujilah Allah dalam segala situasi karena apa yang kita nikmati sesungguhnya melampaui apa yang menyusahkan diri kita. Jika kita dipuji orang sebagai orang yang cerdas, maka sebenarnya otak dan pikiran kita adalah ciptaan Allah. Dan kalau pun dipuji karena harta, itu pun ternyata hanya titipan belaka. Ucapan alhamdulillah yang muncul dari pikiran yang sehat dan sempurna pasti akan menimbulkan rasa syukur atas segala nikmat yang diterimanya dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Ucapan subhanallah akan menimbulkan rasa takjub yang mengartikan kebesaran Allah serta kesucian-Nya dari segala sifat-sifat kekurangan.
Ketiga, berterima kasih kepada orang yang menjadi jalan nikmat. Harus disadari bahwa selain syukur kepada Allah, kita juga harus bersyukur kepada manusia sebab Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“Orang yang tidak berterima kasih kepada manusia, berarti ia tidak bersyukur kepada Allah” (HR. Tirmidzi no.2081, ia berkata: “Hadits ini hasan shahih”)

Keempat, jadikanlah setiap kenikmatan itu menjadi jalan pendekat kepada Allah. Orang yang bersyukur karena memiliki keturunan, maka ia mempunyai kewajiban untuk mendidik anak keturunannya itu agar dekat dengan Allah, agar menjadi anak yang sholeh berbhakti kepada kedua orangtuanya. Orang yang bersyukur karena memiliki profesi sebagai guru atau pendidik, maka profesi itu harus dijalani dengan ikhlas tanpa mengharapkan sesuatu dari anak ddidik, justru sebaliknya harus membekali mereka dengan ilmu untuk masa depannya, itulah investasi kita di alam kubur sebagai amal jariyah. Orang yang bersyukur karena memiliki kekayaan, maka ia gunakan hartanya dijalan Alloh SWT. Walaupun seluruh kata-kata kita kerahkan untuk memuja dan memuji-Nya, pastilah tidak sebanding dengan keagungan, kebesaran, dan limpahan nikmat yang telah Allah limpahkan kpd kita.

Bentuk rasa syukur kelima yg berhubungan dengan nikmat umur yang telah kita jalani , yaitu kita sering-seringlah mengevaluasi diri, menghisab diri sendiri sebelum kita dihisab di hari perhitungan nanti di akhirat.
Umar bin al-Khaththab ra. pernah berkata, “Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab oleh Allah SWT kelak. Bersiaplah menghadapi Hari Perhitungan yang amat dahsyat. Sesungguhnya hisab pada Hari Kiamat akan terasa ringan bagi orang yang selalu menghisab diri ketika di dunia.” (Lihat: Al-Mubarakfuri, Tuhfah al-Ahwadzi bi Syarh Jamî’ at-Tirmidzi).
Umur yang kita pakai sekarang ini akan kita pertanggungjawabkan kepada Allah untuk apa saja umur kita habiskan.

Kita bersyukur bahwa kita masih bisa diberi kesempatan untuk memasuki tahun baru Hijrah 1432 H dan besok , Insya Alloh kita akan memasuki tahun baru Masehi tahun 2011. yg pada hakekatnya sesungguhnya umur kita sudah berkurang satu tahun atau jarak ke hari kiamat semakin dekat satu tahun. Oleh karena itu mumpung kita masih hidup maka gunakanlah momen pergantian tahun ini untuk memperbaiki diri, untuk bertobat dan melakukan perubahan/hijrah dari hal-hal yg merugikan kepada hal2 yg menguntungkan, antara lain :
1.      Dari tidak tahu menjadi tahu, maka lebih giatlah menuntut ilmu.
2.      Dari tidak sadar menjadi sadar akan arti dan  tujuan hidup dari mana  mau kemana. Alloh berfirman : ”Wa maa khalaqtul jinna wal insa illaa liya’buduuni” Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (QS.Adz-Dzaariyaat,51:56)
Dalam sebuah hadits qudsi, Allah berfirman:
Aku ciptakan kalian agar kalian berdzikir kepada-Ku sebanyak-banyaknya, beribadah kepada-Ku selama-lamanya, dan agar kalian bertasbih kepada-Ku setiap pagi dan petang hari."

3.      Dari perbuatan Fajir/fujuro/durhaka/syirik/munafik/kufur (masih suka maksiat) kepada taqwa sebenar2 taqwa (ikhlas, ridho dan Taslim)
4.      Dari ibadah yg sekenanya (hanya gugur kewajiban) ke pada ibadah yg lebih ikhlas, khusyuk , istiqomah , benar dan optimal.
Rasul Bersabda :
Ambillah kesempatan lima sebelum lima: mudamu sebelum tua, sehatmu sebelum sakit, kayamu sebelum melarat, hidupmu sebelum mati, dan waktu senggangmu sebelum sibuk. (HR. Al Hakim dan Al-Baihaqi)
Nabi Saw bersabda: "Ada dua nikmat yang mayoritas manusia terperdaya karenanya, yaitu kesehatan dan kesempatan" (HR. Bukhari).

Maka janganlah sia-siakan kesempatan dari sisa umur yg kita miliki untuk beribadah dan meningkatkan ketaatan kepada Alloh SWT.
Kalo orang lain menetapkan "waktu adalah uang" maka kita sebagai muslim harus menetapkan ” Waktu itu adalah Ibadah ” Ato ”Waktu itu adalah pahala”
 Rasul bersabda ;Kebahagiaan yang paling bahagia ialah panjang umur dalam ketaatan kepada Allah. (HR. Ad-Dailami dan Al Qodho'i)


Rabu, 05 Januari 2011

Rasul di utus untuk rahmatan lil A'lamin

(Judul asli : Islam Syariat Semesta Alam)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم أَنَّهُ قَالَ: وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لاَ يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الأُمَّةِ يَهُودِيٌّ وَلاَ نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلاَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, bahwasanya beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya! Tidaklah mendengar tentangku (diutusnya aku) seorangpun dari umat ini, baik ia seorang Yahudi maupun Nashrani, kemudian ia mati dan belum beriman dengan apa yang aku bawa (Syari’at Islam) melainkan ia termasuk penghuni neraka.” HR. Muslim
Pembaca yang dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala, kali ini kita akan mengkaji sebuah hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam agar kita bisa mengambil beberapa pelajaran penting darinya. Sebuah hadits sahih, yang tidak ada keraguan padanya karena telah diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim rahimahullah dalam kitab Shahih-nya; tepatnya pada bab “Wajibnya Beriman kepada Risalah Nabi Kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam bagi Seluruh Manusia dan Terhapusnya Agama-agama dengan Agamanya”. Dari shahabat yang mulia Penghafal Islam Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, semoga Allah meridhainya.
Hadits ini adalah salah satu hadits dari hadits-hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang berbicara tentang salah satu prinsip utama dalam Islam, yaitu wajibnya beriman kepada risalah yang dibawa oleh Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam bahwa risalah beliau shallallahu alaihi wa sallam berlaku secara umum. Hal ini merupakan perwujudan syahadah (persaksian) bahwa Muhammad shallallahu alaihi wa sallam adalah benar-benar utusan Allah subhanahu wa ta’ala.
Keumuman Risalah Muhammad shallallahu alaihi wa sallam
Pembaca yang dirahmati oleh Allah subhanahu wa ta’ala, dalam hadits yang mulia ini terdapat sebuah berita dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang mengandung peringatan dan ancaman sebagai penghuni neraka kepada mereka yang tidak mau beriman serta tunduk kepada syari’at Islam yang dibawa oleh beliau shallallahu alaihi wa sallam dalam keadaan paham dan mengerti bahwa apa yang dibawa oleh beliau shallallahu alaihi wa sallam adalah haq (kebenaran). Baik mereka dari kalangan umat Islam itu sendiri, atau dari selain umat Islam seperti Yahudi, Nashrani, Majusi, dan yang lainnya. Karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam kita diutus kepada seluruh umat dan syariatnya berlaku bagi seluruh manusia tanpa terkecuali, apakah itu bangsa Arab atau (non-Arab), berkulit putih, hitam, atau merah dari kalangan budak atau yang merdeka. Demikian pula berlaku kepada umat-umat yang beragama dengan syariat para nabi terdahulu, sebagaimana dalam hadits ini. Lebih dari itu, Allah subhanahu wa ta’ala menegaskan (artinya):
Katakanlah, (wahai Muhammad), wahai sekalian manusia, sungguh aku adalah utusan Allah kepada kalian semuanya.” (Al-A’raf: 158)
Dalam sabdanya yang lain Nabi shallallahu alaihi wa sallam menyatakan:
كَانَ النَّبِىُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ كَافَّةً
Sesungguhnya para rasul sebelumku diutus hanya kepada kaum mereka semata, sedangkan aku diutus kepada manusia seluruhnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim, dari shahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu)
Bahkan keumuman risalah Nabi shallallahu alaihi wa sallam kita tidak hanya kepada manusia semata akan tetapi meliputi golongan jin juga, sebagaimana dijelaskan para ulama berdasarkan dalil-dalil dari Al-Qur`an dan Sunnah (Al Hadits).
Berkata Al-Imam Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullah: “Allah telah mengutusnya (Muhammad shallallahu alaihi wa sallam) kepada seluruh manusia dan mewajibkan ketaatan kepada Beliau shallallahu alaihi wa sallam bagi seluruh ats-tsaqolain (jin dan manusia).” (Lihat Tsalatsatul Ushul)
Juga Al-Imam Ath-Thohawi rahimahullah berkata: “Dan Beliau shallallahu alaihi wa sallam adalah seorang nabi yang diutus kepada seluruh bangsa jin dan manusia dengan kebenaran dan petunjuk, serta pelita dan cahaya.” (Lihat ‘Aqidah Ath-Thohawiyyah)
Bantahan Syubhat bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam hanya diutus kepada bangsa Arab
Dari penjelasan di atas terbantahlah sebuah syubhat (kerancuan berpikir, red) yang dilontarkan oleh sebuah kelompok/aliran dari kaum Nashara bahwa Rasulullah Muhammad shallallahu alaihi wa sallam hanya diutus kepada bangsa Arab saja, sehingga mereka mengingkari kenabian beliau shallallahu alaihi wa sallam kepada selain bangsa Arab. Maka ini sesungguhnya kekufuran yang nyata kepada Allah subhanahu wa ta’ala sekaligus pendustaan terhadap Allah subhanahu wa ta’ala dan rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam berdasarkan dalil-dalil yang pasti dan jelas tentang keumuman risalah Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Padahal kalau mereka (kaum Nashara) mau jujur bahwasanya berita tentang akan diutusnya Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam sebagai Rasul yang terakhir telah termaktub dalam kitab mereka Injil, bahkan Allah subhanahu wa ta’ala mengisahkan ucapan Nabi Isa ‘alaihis salam sebagaimana dalam ayat-Nya (artinya):
Dan (ingatlah) ketika Isa Ibnu Maryam berkata: “Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad).” Maka tatkala Rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: “Ini adalah sihir yang nyata.”" (Ash-Shoff: 6)
Berkata Asy-Syaikh As-Sa’di rahimahullah: “Dia adalah Muhammad bin Abdillah bin Abdil Muththolib, seorang nabi dari Bani Hasyim.” (Lihat Tafsir As-Sa’di, pada tafsir surat Ash-Shoff ayat ke-6, karya Asy-Syaikh As-Sa’di rahimahullah).
Allah telah mengabarkan bahwa mereka (Yahudi dan Nashara) benar-benar mengenal Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (artinya):
Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anak mereka sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian diantara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.” (Al-Baqarah: 146)
Lebih dari itu, telah disebutkan dalam sebuah hadits yang shahih bahwa Nabi Isa ‘alaihis salam akan turun ke bumi pada akhir zaman, dan akan menghapus agama Nashrani, serta berhukum dengan syari’at Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda :
وَالَّذِى نَفْسِي بِيَدِهِ لَيُوشِكَنَّ أَنْ يَنْزِلَ فِيكُمُ ابْنُ مَرْيَمَ -صلى الله عليه وسلم- حَكَمًا مُقْسِطًا فَيَكْسِرَ الصَّلِيبَ وَيَقْتُلَ الْخِنْزِيرَ وَيَضَعَ الْجِزْيَةَ وَيَفِيضَ الْمَالُ حَتَّى لاَ يَقْبَلَهُ أَحَدٌ
Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya! sungguh telah dekat (waktu) turunnya Isa bin Maryam kepada kalian sebagai hakim yang adil, akan menghancurkan salib, membunuh babi, dan tidak menerima jizyah/upeti. Dan (saat itu) harta berlimpah ruah sehingga tidak ada seorangpun yang mau menerimanya.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah ketika menjelaskan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam “menghancurkan salib dan membunuh babi” berkata: “Yakni benar-benar akan menghapus agama Nashraniyah dengan menghancurkan salib dan menghilangkan keyakinan orang-orang Nashara dalam pengultusan Beliau (Nabi Isa) ‘alaihis salam.” (Lihat Fathul Bari, Kitab Ahadits Al-Anbiya`, Bab Nuzul ‘Isa bin Maryam ‘alaihis salam). Dalam riwayat lain dalam Shahih Muslim dengan lafazh:
وَإِمَامُكُمْ مِنْكُمْ : قَالَ ابْنُ أَبِى ذِئْبٍ تَدْرِى مَا أَمَّكُمْ مِنْكُمْ قُلْتُ تُخْبِرُنِى. قَالَ فَأَمَّكُمْ بِكِتَابِ رَبِّكُمْ تَبَارَكَ وَتَعَالَى وَسُنَّةِ نَبِيِّكُمْ -صلى الله عليه وسلم-.
“Dan ia (Nabi Isa bin Maryam) pemimpin bagi kalian.”
Ibnu Abi Dzi’b (perawi hadits) berkata: “Tahukah kamu dengan apa dia memimpin kalian?” Aku berkata (muridnya Ibnu Abi Dzi’b): “Beritahukanlah kepadaku!” Maka ia menjawab: “Dengan Al-Qur`an dan Sunnah (ajaran) Nabi kalian.”
Oleh karena itu, Al-Imam An-Nawawi rahimahullah meletakkan sebuah bab dalam Shahih Muslim dengan judul:
Bab Penjelasan tentang Turunnya Nabi Isa bin Maryam ‘alaihis salam (di akhir zaman sebagai hakim) berdasarkan syari’at Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (artinya):
Tidak ada seorangpun dari Ahli Kitab, kecuali akan beriman kepadanya (Nabi Isa) sebelum kematiannya. Dan di hari kiamat nanti Isa itu akan menjadi saksi terhadap mereka.” (An-Nisa`: 159)
Al-Imam Ibnu Jarir rahimahullah meriwayatkan sebuah atsar (perkataan shahabat) dari shahabat Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata: “Demi Allah! Sesungguhnya dia (Isa bin Maryam ‘alaihis salam) sekarang masih hidup. Tetapi jika ia turun (ke bumi), maka mereka semuanya (Yahudi dan Nashara) akan beriman kepadanya.” (Fathul Bari, Kitab Ahadits Al-Anbiya`, Bab Nuradhiyallahu ‘anhuul ‘Isa bin Maryam ‘alaihis salam)
Dari beberapa hadits di atas, kita mengetahui bahwa syariat beliau shallallahu alaihi wa sallam berlaku bagi seluruh umat dan suku bangsa, dan syariat beliau berlaku sepanjang zaman, dari zaman ketika beliau diutus sampai akhir zaman (hari kiamat). Di antara dalil yang menunjukkan bahwa syariat Islam yang dibawa oleh Muhammad shallallahu alaihi wa sallam juga berlaku bagi seluruh umat ialah apa yang diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya! Seandainya Nabi Musa ‘alaihis salam hidup, maka tidak boleh baginya kecuali mengikuti (syariat)ku .”
Maka sangat batil ucapan yang menyatakan bahwa sebagian syariat Islam yang dibawa oleh Muhammad shallallahu alaihi wa sallam hanya cocok di masa dahulu ketika Beliau shallallahu alaihi wa sallam hidup. Adapun pada masa ini perlu adanya revisi atau kaji ulang agar lebih sesuai dengan zaman dan memberikan maslahah (kebaikan, red) kepada umat.
Karena secara tidak langsung orang yang mengucapkan ucapan ini telah menghukumi bahwa syariat Islam tidak relevan dengan zaman dan tidak berlaku secara umum. Dan hal ini tentunya bertentangan dengan dalil-dalil yang telah kita sebutkan serta penjelasan-penjelasan para ulama. Dan orang yang seperti ini benar-benar telah mencela Allah subhanahu wa ta’ala, karena konsekuensi dari ucapan tersebut (yang pada hakekatnya adalah syubhat) bahwa Allah subhanahu wa ta’ala tidak mengetahui apa yang terjadi pada masa ini. Subhanallahi ‘amma yaqulun! (Maha Suci Allah dari apa yang mereka ucapkan).
Sungguh hal ini adalah sikap lancang dan berani kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Kita berlindung kepada-Nya dari sikap yang seperti ini.
Kewajiban Tunduk dan Taat kepada Syari’at Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam
Dengan demikian, maka wajib bagi orang-orang Yahudi dan Nashara, untuk beriman kepada Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, serta tunduk dan taat kepada syari’at beliau shallallahu alaihi wa sallam jika mereka menginginkan keselamatan di akhirat kelak, dan jika mereka mengaku sebagai pengikut Nabi Musa dan Isa ‘alaihumas salam, serta mengklaim bahwa mereka berpegang kepada Taurat dan Injil yang telah Allah subhanahu wa ta’ala turunkan kepada kedua Nabi yang mulia tersebut.
Terkhusus pula bagi kaum muslimin, wajib untuk benar-benar beriman kepada syariat Nabi mereka secara kaffah (menyeluruh, red) dalam qalbu (hati)nya, diucapkan dengan lisan, kemudian dibuktikan dengan amal perbuatan. Dan juga senantiasa mengagungkan syariat Islam dengan cara mempelajari dan memahaminya, kemudian mengamalkan dalam kehidupannya. Bukan sebatas pemanis bibir dengan hanya meneriakkannya di jalan-jalan, mimbar-mimbar, atau dalam sebuah karya tulis, majalah, buletin, dan yang semisalnya tentang penerapan Syari’at Islam namun samasekali tidak ada perwujudannya, baik dalam sekup kecil dirinya dan keluarganya, apalagi dalam tatanan negara. Sebagaimana peribahasa: ‘Jauh panggang dari api’, tindakan mereka tidak sesuai dengan maksudnya. Oleh karena itu, tidak ada jalan keselamatan kecuali dengan mengikuti Nabi shallallahu alaihi wa sallam secara kaffah (menyeluruh). Jangan sampai menjadi seperti sebuah ungkapan:
تَرْجُو النَّجَاةَ وَلَمْ تَسْلُكْ مَسَالِكَهَا
إِنَّ السَّفِيْنَةَ لاَ تَجْرِيْ عَلَى الْيَبَسِ
“Anda menginginkan keselamatan, namun Anda tidak menempuh jalan-jalannya.
Sesungguhnya bahtera tidak akan pernah bisa berlayar di atas (tempat) yang kering.”
Wallahul Muwaffiq.

BAGAIMANA MENGAMALKAN KANDUNGAN ASYHADU ANNA MUHAMMADARRASULULLAH

BAGAIMANA MENGAMALKAN KANDUNGAN ASYHADU ANNA MUHAMMADARRASULULLAH

Para pembaca yang semoga dimuliakan Allah subhanahu wata’ala, sebenarnya ikrar dua kalimat syahadat yang sering kita ucapkan itu tidak cukup sekedar di lisan saja. Namun di dalamnya terdapat beberapa konsekuensi yang harus dipenuhi. Bila seseorang tidak sanggup memenuhi kosekuensi- konsekuensi apa yang telah diikrarkan maka ibarat sebuah pengakuan tanpa bukti. Sehingga sia-sialah (percuma) pengakuannya itu. Bahkan hal itu justru menambah hina bagi dirinya, ia telah mengikrarkan sesuatu yang pada kenyataannya justru amalannya menyelisihi apa yang ia ikrarkan. Bukankah Allah subhanahu wata’ala telah memberikan peringatan kepada kita kaum mukminin yang tidak mau beramal dengan perkara yang telah kita ucapkan dan kita ikrarkan? Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
“Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengucapkan apa-apa yang tidak kalian lakukan? Sungguh besar kemurkaan Allah jika kalian mengucapkan perkara-perkara yang kalian sendiri tidak mau mengamalkannya.” (Ash Shaff: 2-3) Kita semua telah tahu bahwa dua kalimat syahadat merupakan kalimat yang mulia yang dengannya akan terbedakan antara muslim dan kafir. Ketika seseorang telah menyatakan Asyhadu Allaa Ilaaha Illallah maka di antara konsekuensi yang harus dia lakukan adalah dia harus mengikhlaskan dan mempersembahkan seluruh peribadatannya hanya kepada Allah subhanahu wata’ala. Berdo’a, istighotsah, tawakkal, meminta rizki, takut, menyembelih hewan kurban, dan seluruh jenis ibadah lainnya harus dipersembahkan kepada Allah subhanahu wata’ala semata.
Demikian juga dengan syahadat Asyhadu Anna Muhammadarrasulullah, di dalamnya terkandung beberapa konsekuensi yang harus kita perhatikan dan kita amalkan. Dan Insya Allah pada buletin edisi kali ini, bahasan kita lebih terfokus pada kalimat yang kedua dari Asy Syahadatain tersebut. Karena hal ini merupakan perkara yang sangat penting untuk kita ketahui dan kita amalkan.
Dua Pokok Penting
Ketahuilah, wahai saudaraku seislam dan seiman, kalimat syahadat Asyhadu Anna Muhammadarrasulullah (atau dengan redaksi yang lebih lengkap: Asyhadu Anna Muhammadan ‘Abduhu Wa Rasuluhu) itu terkandung padanya dua pokok penting yang tidak bisa dipisahkan satu dari yang lainnya. Dua pokok penting itulah yang Allah subhanahu wata’ala ingatkan dalam ayat-Nya (artinya):
“Katakanlah (wahai Muhammad): Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kalian, yang diberikan wahyu kepadaku bahwa sesungguhnya sesembahan kalian itu adalah sesembahan Yang Esa.” (Al Kahfi: 110)
Demikian pula Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam juga ingatkan dalam haditsnya. Dari shahabat ‘Ubadah bin Ash Shamit radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa yang bersyahadat bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah satu-satunya, tidak ada sekutu bagi-Nya dan Muhammad adalah hamba Allah dan Rasul-Nya ….” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Dari ayat dan hadits tersebut, kita bisa mengetahui bahwa dua pokok penting tersebut adalah:
Pokok pertama; bahwa beliau adalah manusia biasa seperti kita. Beliau mengalami apa yang selayaknya dialami pada seorang manusia. Mengalami sakit, luka, haus, lapar dan selainnya dari sifat-sifat manusia. Beliau pun tidak memiliki sifat-sifat ilahiyyah. Beliau mengajarkan kepada para shahabatnya untuk memohon kepada Allah subhanahu wata’ala dari apa yang mereka butuhkan. Dari Ummu Salamah radhiallahu ‘anha, bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam berdo’a sebelum salam pada shalat shubuh dengan do’a:
Allahumma inni as'aluka ilman nafi'an wa 'amalan mutaqobbalan wa rizqon thoyyiban
Demikian pula ketika datang musim kemarau yang berkepanjangan, Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam pun berdo’a kepada Allah subhanahu wata’ala supaya diturunkan hujan dan juga pernah shalat istisqa’ bersama para shahabatnya.
Ini semua adalah pengajaran Nabi kepada umatnya bahwa yang berhak dimintai pertolongan itu hanyalah Allah subhanahu wata’ala semata. Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam itu adalah seorang hamba yang menghamba kepada Allah subhanahu wata’ala.
Lalu pantaskah kita meminta rizki, berdo’a, meminta untuk dihilangkan kesulitan kita kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam? Padahal Allah subhanahu wata’ala telah menegaskan (artinya):
Katakanlah (wahai Muhammad ?): aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku.” (Al An’am: 50)
Pokok kedua; bahwa beliau adalah Rasulullah (utusan Allah subhanahu wata’ala). Allah subhanahu wata’ala telah memilih Muhammad bin ‘Abdillah sebagai utusan-Nya. Allah subhanahu wata’ala berhak memilih siapa di antara hamba-Nya yang terpilih untuk menyampaikan risalah dan syari’at-Nya ini kepada umat manusia. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
“Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan.” (Al An’am: 124)
Dalam kedudukan beliau shalallahu ‘alaihi wasallam sebagai seorang rasul maka kedudukannya itu tidak boleh disamakan dengan hamba Allah subhanahu wata’ala yang lain. Perintah beliau harus ditaati, nasehat dan petuah beliau harus didengarkan dan diamalkan, sabda-sabda dan kabar yang beliau sampaikan haruslah diterima dan tidak boleh didustakan, karena setiap ucapan yang keluar dari lisan beliau shalallahu ‘alaihi wasallam merupakan wahyu sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala (artinya): “Dan tidaklah yang diucapkannya (Nabi Muhammad) itu menurut hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan.” (An Najm: 3-4)
Dua pokok inilah yang seyogyanya dipahami oleh setiap muslim sehingga dia tidak terjatuh ke dalam perbuatan Ifrath (berlebihan dalam mengkultuskan beliau shalallahu ‘alaihi wasallam sehingga memposisikan beliau melebihi posisi dan kedudukannya sebagai hamba Allah), dan tidak pula terjatuh ke dalam perbuatan Tafrith (meremehkan dan merendahkan kedudukan beliau shalallahu ‘alaihi wasallam sebagai seorang rasul sehingga dia cenderung untuk menolak atau meragukan tentang kebenaran risalah beliau).
Perbuatan seperti inilah yang pernah diperingatkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dalam sebuah sabdanya:
“Janganlah kalian berlebihan dalam memujiku sebagaimana orang-orang Nasrani berlebihan dalam memuji (Isa) bin Maryam, sesungguhnya aku adalah seorang hamba-Nya, maka katakanlah: (Muhammad adalah) hamba Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Al Bukhari, Muslim)
Konsekuensi yang Harus Diperhatikan
Di antara konsekuensi dari pernyataan Asyhadu Anna Muhammadarrasulullah adalah sebagaimana yang diterangkan oleh para ulama, yaitu:
1. Mentaati Seluruh Perintahnya
Sudahkah kita berupaya untuk mendengar dan mentaati seluruh nasehat dan perintah Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam? Bukankah Allah subhanahu wata’ala mengutus Rasul-Nya sebagai qudwah (teladan) bagi umatnya? Meneladani prilaku dan akhlaknya, mengikuti petunjuknya, mematuhi perintahnya, dan menelusuri jejak dan sunnahnya. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
“Dan tidaklah Kami mengutus seorang rasul melainkan agar ditaati dengan izin Allah.” (An Nisa’: 64)
“Dan apa yang diberikan (diperintahkan) Rasul kepadamu, maka ambillah (laksanakanlah) …” (Al Hasyr: 7)
Demikian pula sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam:
“Dan setiap apa yang aku perintahkan kepada kalian, maka laksanakanlah semampu kalian.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Inilah bukti kasih sayang beliau shalallahu ‘alaihi wasallam kepada umatnya. Tidaklah beliau memerintahkan sesuatu kepada mereka melainkan perintah itu dibatasi dengan kemampuan yang mereka miliki.
Tetapi, tahukah anda bahwa siapa saja dari umat beliau yang berupaya untuk mengikuti dan mentaati Nabinya dengan ikhlas, maka sungguh dia akan mendapatkan sekian banyak keutamaan yang dijanjikan oleh Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya ??
Bukankah anda ingin untuk mendapatkan kecintaan dari Allah subhanahu wata’ala? Kecintaan dari Allah subhanahu wata’ala itu hanya akan didapatkan oleh orang-orang yang mau mengikuti dan mentaati Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana firman-Nya (artinya): “Katakanlah (wahai Muhammad), jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah pasti akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian.” (Ali ‘Imran: 31)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Setiap umatku akan masuk Al Jannah (surga) kecuali orang yang enggan. Para shahabat bertanya: Siapa orang yang enggan itu wahai Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam Beliau bersabda: Barangsiapa yang mentaatiku, dia akan masuk Al Jannah, dan barangsiapa yang bermaksiat kepadaku, maka sungguh dia telah enggan.” (HR. Al Bukhari)
2. Membenarkan Seluruh Berita yang Disampaikan Beliau shalallahu ‘alaihi wasallam
Sudahkah kita membenarkan seluruh berita yang disampaikan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam? Pernahkah terbetik di benak kita perasaan ragu akan berita yang disampaikan beliau ??
Pembaca yang semoga Allah subhanahu wata’ala memuliakan kita, jangan ada sedikitpun perasaan ragu apalagi sampai mengingkari berita-berita yang dibawa oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam. Karena tidaklah beliau bersabda melainkan itu merupakan sebuah wahyu yang Allah subhanahu wata’ala wahyukan kepada beliau shalallahu ‘alaihi wasallam . Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
“Dan tidaklah yang diucapkannya (Nabi Muhammad) itu menurut hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan.” (An Najm: 3-4)
Beliau shalallahu ‘alaihi wasallam adalah Ash Shadiqul Mashduq (yang jujur dan bisa dipercaya), setiap kabar dan berita yang disampaikan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, baik kabar tentang kejadian umat terdahulu maupun kejadian yang dialami Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam sendiri seperti Isra’ dan Mi’raj, dan juga kejadian yang akan datang seperti akan datangnya hari kiamat, akan adanya hari pembalasan, dan yang lainnya, maka wajib bagi kaum mukminin untuk membenarkan dan mengimaninya.
Pantaskah bagi seorang muslim untuk meragukan dan apalagi mendustakan segala berita dari Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, padahal beliau pernah bersabda:
“Tidakkah kalian mempercayaiku padahal aku adalah kepercayaan Dzat yang ada di langit (Allah)? Senantiasa datang kepadaku kabar dari langit pagi dan petang.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
3. Menjauhi Semua Larangannya
Sudahkah kita meninggalkan dan menjauhi setiap perkara yang dilarang oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam? Berapa banyak peringatan dan larangan dari beliau shalallahu ‘alaihi wasallam yang kita langgar dan kita selisihi? Pertanyaan ini hendaknya menjadi renungan bagi kita semua karena sungguh Allah subhanahu wata’ala telah menegaskan dalam Al Qur’an (artinya):
“… dan apa yang dilarangnya (Rasulullah), maka tinggalkanlah.” (Al Hasyr: 7)
Demikian pula sabda beliau shalallahu ‘alaihi wasallam :
“Setiap yang aku larang bagi kalian, maka jauhilah …” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Para pembaca yang semoga Allah memberikan hidayah kepada kita, kalau masihkah ada di antara kita yang menyelisihi apa-apa yang dilarang oleh junjungan kita shalallahu ‘alaihi wasallam , maka hendaknya segera bertaubat dan beristighfar sebelum ajal menjemputnya. Rahmat Allah itu luas, pintu taubat masih terbuka lebar-lebar. Padahal Allah subhanahu wata’ala itu benar-benar mencintai hamba-hamba-Nya yang mau bertaubat kepada-Nya. Karena dikhawatirkan kalau sekiranya kita menyelisihi dan melanggar sabda Rasul-Nya, Allah akan menurunkan adzab-Nya kepada kita. Sebagaimana firman-Nya (artinya):
“Maka hendaklah orang-orang yang menyelisihi perintahnya (Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam) takut akan ditimpa fitnah (bencana) dan adzab yang pedih.” (An Nur: 63)
4. Beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala Sesuai dengan Tuntunan Beliau shalallahu ‘alaihi wasallam
Sudahkah ibadah yang kita lakukan sesuai dengan tuntunan beliau ?? Sudahkah amal ibadah yang kita lakukan sesuai dengan bimbingan beliau ?? Tentunya kita khawatir akan terjerumus ke dalam apa yang pernah diingatkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dalam sabdanya:
“Barangsiapa yang beramal dengan suatu amalan yang tidak pernah kami tuntunkan, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim)
Wahai saudaraku yang mulia, seyogyanya bagi kita semua selalu berupaya untuk menyesuaikan segala amal ibadah kita dengan tuntunan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Karena tujuan utama diutusnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam ke muka bumi ini adalah dalam rangka mengajari umat manusia bagaimana cara ibadah yang benar kepada Allah subhanahu wata’ala. Itulah hikmah kenapa syahadat Muhammadar Rasulullah diletakkan syahadat Laa Ilaaha Illallah. Semoga kita dimudahkan oleh Allah subhanahu wata’ala untuk mencontoh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dalam setiap amal ibadah yang kita lakukan. Amien, ya Rabbal ‘alamin.

 sumber www.assalafy.org
Abdurrahman Rouf Al-Maidany

DAHSYATNYA DAMPAK PERBUATAN TIDAK IKHLAS

Berikut ini akan kami sampaikan sebuah hadits nabi shalallahu ‘alaihi wasallam yang menceritakan keadaan orang-orang yang tidak ikhlas dalam amalannya, Beliau shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda (artinya):
“Sesungguhnya manusia yang pertama dihisab pada hari kiamat nanti adalah seseorang yang mati syahid, dimana dia dihadapkan dan diperlihatkan kepadanya nikmat yang telah diterimanya serta ia pun mengakuinya, kemudian ditanya: Apakah yang kamu gunakan terhadap nikmat itu? Ia menjawab: Saya berjuang di jalan-Mu sehingga saya mati syahid. Allah berfirman: Kamu dusta, kamu berjuang (dengan niat) agar dikatakan sebagai pemberani, dan hal itu sudah terpenuhi. Kemudian Allah memerintahkan untuk menyeret orang tersebut yang akhirnya dia dilemparkan ke An Nar (neraka).
Kedua, seseorang yang belajar dan mengajar serta suka membaca Al Qur’an, dia dihadapkan dan diperlihatkan kepadanya nikmat yang telah diterimanya serta ia pun mengakuinya, kemudian ditanya: Apakah yang kamu gunakan terhadap nikmat itu? Ia menjawab: Saya telah belajar dan mengajarkan Al Qur’an untuk-Mu. Allah berfirman: Kamu dusta, kamu belajar Al Qur’an (dengan niat)agar dikatakan sebagai orang yang alim (pintar), dan kamu membaca Al Qur’an agar dikatan sebagai seorang Qari’ (ahli membaca Al Qur’an), dan hal itu sudah terpenuhi. Kemudian Allah memerintahkan untuk menyeret orang itu yang akhirnya dia dilemparkan ke dalam An Nar.
Ketiga, seseorang yang dilapangkan rizkinya dan dikaruniai berbagai macam kekayaan, lalu dia dihadapkan dan diperlihatkan kepadanya nikmat yang telah diterimanya serta ia pun mengakuinya, kemudian ditanya: Apakah yang kamu gunakan terhadap nikmat itu? Ia menjawab: Tidak pernah aku tinggalkan suatu jalan yang Engkau sukai untuk berinfaq kepadanya, kecuali pasti aku akan berinfaq karena Engkau. Allah berfirman: Kamu dusta, kamu berbuat itu (dengan niat) agar dikatakan sebagai orang yang dermawan, dan hal itu sudah terpenuhi. Kemudian Allah memerintahkan untuk menyeret orang tersebut yang akhirnya dia dilemparkan ke dalam An Nar.” (HR. Muslim)
Demikianlah ketiga orang yang beramal dengan amalan mulia tetapi tidak didasari keikhlasan kepada Allah subhanahu wata’ala. Allah subhanahu wata’ala lemparkan mereka ke dalam An Nar. Semoga kita termasuk orang-orang yang bisa mengambil pelajaran dari kisah tersebut.
nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa yang menuntut ilmu yang semestinya dalam rangka untuk mengharap wajah Allah, tetapi ternyata tidaklah dia menuntutnya kecuali hanya untuk meraih sebagian dari perkara dunia, maka dia tidak akan mendapatkan aroma Al Jannah pada hari kiamat nanti.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah)
Akhir kata, semoga ulasan edisi kali ini mendorong kita untuk selalu mengoreksi ibadah yang telah kita lakukan baik kualitas maupun kuantitasnya. Semoga Allah subhanahu wata’ala mengampuni kekurangan-kekurangan ibadah kita yang telah lalu dan menjadikan kita sebagai hamba-hamba-Nya yang mukhlishin. Amin, Ya Rabbal alamin.

DAHSYATNYA DAMPAK PERBUATAN IKHLAS


1. Mendapatkan syafa’at Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam
Shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu pernah bertanya kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam: “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling bahagia dengan mendapatkan syafa’at engkau pada hari kiamat nanti?” Beliau menjawab:
“Orang yang mengucapkan Laa Ilaha Illallah dengan ikhlas dari lubuk hatinya.” (HR. Al Bukhari)
Makna ikhlas di sini adalah dia mengucapkan Laa Ilaaha Illallah dengan sekaligus menjalankan konsekuensi-konsekuensi dari kalimat tersebut, yakni dia harus benar-benar mempersembahkan amal ibadahnya kepada Allah subhanahu wata’ala dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
“Dan beribadahlah hanya kepada Allah dan jangan engkau menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun.” (An Nisa’: 36)
2. Dibukakan baginya pintu-pintu langit
Hal ini berdasarkan sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam:
“Tidaklah seorang hamba mengucapkan Laa Ilaaha Illallah dengan ikhlas, kecuali pasti akan dibukakan baginya pintu-pintu langit, sampai dia dibawa ke ‘Arsy (tempat beristiwa’nya Allah), selama dia menjauhi perbuatan dosa-dosa besar.” (HR. At Tirmidzi)
3. Diharamkan baginya An Nar (Neraka)
Sesungguhnya An Nar itu haram dimasuki oleh orang-orang yang ikhlas kepada Allah subhanahu wata’ala sebagaimana sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam:
“Sesungguhnya Allah subhanahu wata’ala menolong umat ini dengan adanya kaum yang lemah di antara mereka, dengan doa mereka, dengan shalat mereka, dan dengan keikhlasan yang ada pada mereka.” (HR. An Nasa’i)
7. Dilapangkan dari masalah yang sedang menghimpitnya
Terkadang seorang muslim dihadapkan pada suatu masalah yang sangat pelik yang terkadang menjadikan dia berputus asa dalam mengatasinya. Tetapi, tahukah anda bahwa amalan-amalan yang dilakukan dengan ikhlas dapat dijadikan sebagai wasilah (perantara) dalam berdo’a kepada Allah subhanahu wata’ala untuk dihilangkannya berbagai masalah yang sedang menghimpitnya?
Hal ini pernah menimpa tiga orang pada zaman dahulu ketika mereka terperangkap di dalam sebuah goa. Kemudian Allah subhanahu wata’ala selamatkan mereka karena do’a yang mereka panjatkan disertai dengan penyebutan amalan-amalan shalih yang mereka lakukan ikhlas karena Allah subhanahu wata’ala.
Kisah selengkapnya bisa anda baca di kitab Riyadhush Shalihin hadits no. 12.
8. Husnul Khatimah
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam pernah menceritakan bahwa pada zaman dahulu ada seseorang yang telah membunuh 99 bahkan 100 orang. Kemudian orang tersebut hendak bertaubat kepada Allah subhanahu wata’ala, tetapi akhirnya orang tersebut meninggal sebelum beramal kebajikan sedikitpun.
Namun Allah subhanahu wata’ala terima taubatnya karena keikhlasan dia untuk benar-benar bertaubat kepada Allah subhanahu wata’ala, dan dia pun tergolong orang yang meninggal dalam keadaan husnul khatimah.
Kisah selengkapnya juga bisa anda baca di kitab Riyadhush Shalihin hadits no. 20.
9. Benteng dari godaan setan
Setan dan bala tentaranya akan senantiasa menggoda umat manusia seluruhnya sampai hari kiamat. Namun hanya orang-orang yang ikhlaslah yang akan selamat dari godaan mereka ini. Hal ini diakui sendiri oleh pimpinan para setan yaitu iblis, sebagaimana Allah subhanahu wata’ala sebutkan pengakuannya itu dalam Al Qur’an (artinya):
“Iblis berkata: “Wahai Tuhanku, oleh sebab Engkau telah menyesatkanku, pasti aku akan menjadikan mereka (anak cucu Adam) memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya. Kecuali hamba-hamba Engkau yang ikhlas di antara mereka.” (Al Hijr: 39-40)
10. Selamat dari jurang kemaksiatan kepada Allah subhanahu wata’ala
Tercatat dalam sejarah, bagaimana dahsyatnya godaan yang dialami Nabi Yusuf ? ketika diajak berzina oleh seorang istri pejabat negeri waktu itu. Namun Allah subhanahu wata’ala selamatkan dia dan Allah subhanahu wata’ala palingkan dia dari perbuatan tersebut. Allah subhanahu wata’ala kisahkan peristiwa ini di dalam Al Qur’an (artinya):
“Demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian.” (Yusuf: 24)
Apa sebabnya?
“Sesungguhnya dia (Yusuf) itu termasuk hamba-hamba Kami yang ikhlas.” (Yusuf: 24)
11. Senantiasa di atas kebaikan
Diriwayatkan oleh Ja’far bin Hayyan dari Al Hasan, bahwa beliau berkata: “Senantiasa seorang hamba itu berada dalam kebaikan, jika berkata, (ikhlas) karena Allah subhanahu wata’ala, dan jika beramal, (ikhlas) karena Allah subhanahu wata’ala.”